Jember 9 Maret 2017, PSIK Universitas Jember menggelar Persamaan Persepsi antara Clinical Intruktur dan Pembimbing Akademik hal ini Sesuai Asosiasi Institusi Pendidikan Nurse Indonesia (AIPNI) menetapkan pendidikan keperawatan di Indonesia dapat ditempuh dengan menyelesaikan dua tahap pendidikan yaitu tahap pendidikan akademik dengan gelar S.Kep dan tahap pendidikan profesi dengan gelas Ners (Ns). Kedua tahapan ini merupakan tahapan pendidikan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan. Program pendidikan profesi disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik, karena sepenuhnya kegiatan dilaksanakan di lahan praktik seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wherda, keluarga dan komunitas. Dalam tahap profesi peserta didik mengaplikasikan teori dan konsep-konsep yang telah didapat selama akademik.
Tujuan dari praktik klinik selain menerapkan konsep adalah diharapkan peserta didik lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga terampil dalam menggunakan teori dan tindakan. Hal lain yang menjadi pencapaian di lahan klinik adalah kemampuan pengambilan keputusan klinis yang mengintegrasikan teori, hukum, pengetahuan, prinsip dan pemakaian keterampilan khusus. Di lahan klinik peserta didik juga dapat bereksperimen dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik, menyelesaikan masalah dan mengembangkan bentuk perawatan baru.
Unsur utama dalam pendidikan keperawatan adalah bagaimana proses pembelajaran dikelola di lahan praktik. Oleh karena itu perlu disiapkan panduan pembelajaran klinik untuk mahasiswa dan pembimbing klinik agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kualitas melalui lingkungan belajar dengan role model. Hal ini erat kaitannya dengan peran pengajar pada lingkungan klinis yang bertujuan mendorong kemandirian dan kepercayaan diri mahasiswa dalam mencapai target kompetensinya.
Proses kegiatan pembelajaran di lahan klinik sangat dipengaruhi peran dari seorang pembimbing klinik yang biasa disebut perseptor atau Clinical Instructure (CI). Sebagai seorang perseptor, perawat bertanggung jawab terhadap semua tindakan mahasiswa selama pembelajaran di lahan praktik. Seorang perseptor juga harus membagi antara tindakan yang menjadi tanggung jawab mahasiswa dan tanggung jawabnya. Sehingga dalam melakukan tugasnya seorang perseptorsip harus benar-benar fokus terhadap peran dan fungsinya.
Selain masalah mengenai rasio antara mahasiswa praktik dan pembimbing klinik, masalah lain yang sering muncul adalah mengenai kompetensi seorang CI dalam melakukan bimbingan klinik yang masih perlu dipertanyakan. Seorang pembimbing klinik seharusnya memiliki kemampuan mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan klinis terbaru, menganalisa teori dari berbagai sumber, menekankan pemahaman konseptual kepada mahasiswa dan membantu mahasiswa dalam menghubungkan teori yang melandasi praktik keperawatan. Selain itu pembimbing klinik juga dituntut untuk dapat menyampaikan atau mentransfer pengetahuan, memperlihatkan kompetensi klinis, keahlian dan sikap serta nilai-nilai yang dikembangkan oleh mahasiswa.
Fenomena yang sering ditemui adalah mahasiswa sering kali tidak bisa mencapai target kompetensi sesuai yang ditargetkan dari standar pendidikan. Mahasiswa kurang mendapat bimbingan maksimal melalui bed side teaching atau ronde keperawatan misalnya tentang pemeriksaan fisik, anamnesa, perawatan luka dan sebagaianya. Fenomena lain adalah mengenai evaluasi terhadap laporan asuhan keperawatan mahasiswa. Beberapa pembimbing cenderung mengevaluasi secara formalitas, tidak mengecek secara langsung tentang kebenaran tindakan keperawatan yang dilakukan mahasiswa terhadap pasien. Selain itu dalam melakukan responsi pembimbing cenderung tidak menilai penguasaan teori dan keterampilan mahasiswa dalam bertindak melainkan hanya mengevaluasi tentang pengetahuan mahasiswa saja.
Peran pembimbing klinik dalam mentorship sangat penting dalam pencapaian target kompetensi mahasiswa. Peran seorang mentor dimana mentor mampu membuat menti (peserta mentorship) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian masalah, dan tugas seorang mentorship dalam pembelajaran klinik meliputi dua hal yaitu memfasilitasi pembelajaran mahasiswa dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif serta mendorong belajar secara mandiri. Selain itu mentorship bertugas memperkuat profesionalisme mahasiswa dengan mendukung perkembangan profesi dan membantu mahasiswa mencapai target kompetensi. (Satar)