Jember, 2 September 2017, Bertepatan dengan Hari Raya Idhul Adha 2017 semua warga Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember berbaur menjadi satu untuk menggemakan takbir Allahu Akbar…. Allahu Akbar…. Allahu Akbar…. walilahilham sambil melaksanakan penyembelihan hewan Qurban, adapun hewan qurban yang di kumpulkan oleh panitia Idhul Qurban pada tahun ini adalah 2 Ekor sapi dan 11 Kambing.
Dalam sambutannya Ns.Lantin Sulistyorini, S.Kep.M.Kes sebagai Ketua PSIK mengungkapkan rasa terima kasih kepada semua yang terlibat dalam kepanitian Idul Adha pada tahun ini saya sangat mengapresiasi adik2 Mahasiswa yang telah bergulat dengan perkuliahan masih sempat mengurusi qurban.
Sedangkan Tausiah Qurban di sampaikan oleh. Ns. Kushariyadi .S.Kep. M.Kep dengan judul meneladani Keiklasan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail : Kisah yang ada di kitab Suci Alqur’an pada saat Nabi Ibrahim diperitahkan oleh Allah SWT. untuk menyembelih putranya yakni Nabi Ismail, telah menjadi sebuah tradisi turun-temurun, bagi kalangan umat Islam. Nabi Ibrahim yang di perintahkan untuk menyembelih putranya sendiri, beliau telah mengabaikan perasaannya tersebut, demi menjalankan serta mendekatkan dirinya kepada Allah Sang Pencipta dengan komunikasi yang baik dan jujur antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail bahwa ini adalah perintah Allah dan Nabi Ismail pun dengan penuh tawakal dan keiklasan menerima segala perintah Allah.
Nabi Ibrahim diutus oleh Allah SWT. untuk mengorbankan putranya Nabi Ismail melalui (lewat) mimpinya. Pada waktu itu Nabi Ibrahim yang gunda gulana akhirnya pun menceritakan perihal mimpinya kepada istrinya. dan istrinya pun berkata bahwasanya Jika memang itu merupakan perintah dari Allah SWT., maka segera laksanakanlah !
Kesungguhan serta keihklasan Nabi Ibrahim dengan menjalankan perintah Allah SWT., dibalas dengan perubahan (pergantian) putranya (Nabi Ismail) dengan hewan kurban. Hingga pada akhirnya pun Nabi Ismail tidak jadi disembelih. Keteguhan serta kesabaran Nabi Ibrahim ini, telah memberikan suatu kesadaran bahwasanya Allah SWT. memilik jawaban atas semua perintah yang diberikan. Allah SWT dengan segala Maha kesempurnaanNya telah memiliki alasan tertentu didalam setiap ujian yang diberikanNya kepada seluruh hambanya (manusia).
Saudaraku.., Dari keteguhan serta ketabahan hati yang dimiliki Nabi Ibrahim ini dapat pula kita menarik 3 inti pokok makna dalam berkurban (Idul Adha) ;
Yang Pertama, makna berkurban adalah melihat hubungan baik antara orang tua dan anak dalam hal ini Nabi Ibrahim harus berkomunikasi dengan baik dengan Nab Ismail yang sesungguhnya sangat beliau cintai, dengan perintah Allah maka beliau rela untuk mengurbankan putranya tersebut, hal ini tentunya merupakan wujud dari penyerahan dirinya kepada Allah SWT dan sudahkah kita sebagai orang tua memperhatikan anaknya atau sebaliknya sudahkah kita sebagai anak menghargai pendapat orang tua.
Yang Kedua, dengan cara berkurban manusia diajarkan untuk menjaga keseimbangan doa’ dan berusaha dimana Nabi Ibrahim sudah usia uzur tetapi belum di berikan keturunan sehingga beliau berdoa kepada Allah SWT. Untuk di berikan keturunan dengan tujuan ada yang meneruskan perjuanggan dan setelah komunikasi dengan istrinya yaitu siti Zahro kemudian mengijikan untuk menikah kembali dengan siti Hajar dan bari diberi keturunan dengan Nasab yang Mulia yaitu Baginda Nabi Ismail sehingga kita sebagai umat Islam harus selalu seimbang memohona kepada Allah atau Berdoa dan berusaha sekuat tenaga .
Yang Ketiga, dengan cara berkurban manusia tersebut diajarkan untuk berbagi kepada para mukmin lain, yang pastinya mereka kurang mampu. sepeti misalnya yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Allah SWT selalu mempunyai alasan yang sangat kuat untuk memerintahkan para hambanya (manusia) untuk berkurban. Dengan adanya kurban ini kaum muslim yang kurang mampu juga ikut merasakan bagaimana indahnya islam dengan adanya hari kurban tersebut sehingga akan timbul keikhlasan dari manusia itu pastinya diuji, diuji dari sifat rakus dan tamak akan harta dunia yang mereka senangi. Kurban itu berarti memberikan apa yang telah kita cintai (duniawi) serta apa yang kita sayangi, dalam hal ini adalah harta yang kita miliki, yakni dengan cara berkurban tersebut. (satar)